Klasifikasi Sistem RMR |
Di Indonesia, Sistem RMR telah mulai diterapkan di proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Cirata (1985) dan proyek PLTA Tulis Banjarnegara, terutama pada tahap penggalian “headrace tunnel. Dan Tambang emas di Pongkor Jawa Barat.
Metoda RMR (Rock Mass Rating) dikembangkan Bieniawski tahun 1973 di Afrika Selatan dengan memperhitungkan enam parameter, yaitu :
- Kuat tekan Uniaksial Batuan (Uniaxial Compressive Strength of Rock)
- Rock Quality Designatioan (RQD).
- Jarak bidang diskontinuitas (Spacing of discontinuities).
- Kondisi bidang diskontinuitas (Condition of discontinuities).
- Kondisi Airtanah (Groundwater conditions).
- Orientation bidang diskontinuitas (Orientation of discontinuities)
1. Kuat Tekan Uniaksial Batuan
2. Rock Quality Designation (RQD)
3. Jarak Bidang Diskontinuitas
Bidang diskontinuitas adalah semua jenis bidang-bidang lemah yang mungkin berupa kekar, sesar, bidang perlapisan dan perlipatan atau bidang-bidang lainya yang tidak menerus dalam massa batuan.
Suatu rekahan atau kekar yang paralel disebut set, dan set-set yang saling berpotongan disebut “joint set system”. Kemudian jarak tegak lurus antara dua kekar yang berurutan sepanjang garis pengukuran (scan line) disebut dengan jarak bidang kekar (spacing of diskontinuities).
Gambar AA. Jarak bidang kekar di lapangan |
Sedangkan arah strike/dip kekar yang dijumpai di lapangan tidak semudah yang ditunjukkan oleh gambar 2.3.a, sehingga scan line AB tidak memungkin untuk dibuat tegak lurus dengan bidang-bidang kekar, maka dilakukan pengukuran dan pengamatan dengan membuat scan line AB secara sembarang (lihat Gambar AA), kemudian dihitung jarak kekar dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Panjang minimum “scan-line” untuk pengukuran jarak diskontinuitas adalah sekitar 50 kali jarak rata-rata diskontinuitas yang diukur. Sedangkan ISRM (1981) panjang ”scan line” cukup sekitar 10 kali saja, tergantung kepada tujuan pengukuran. Jarak diskontinuitas dan keterangannya menurut Attewell (1993) dan Deere (1968).
Jarak bidang diskontinuitas yang rapat dapat terdiri dari tiga atau lebih set yang saling berpotongan membuat massa batuan menjadi blok-blok kecil, sehingga memperlemah kekuatan batuan. Kondisi ini menjadi lebih buruk jika kekar mempunyai kuat geser yang rendah maka blok batuan tersebut dapat jatuh.
Tabel 1. Klasifikasi jarak kekar menurut Deere (1968)
Deskripsi
|
Strruktur bidang diskontinuitas
|
Jarak (mm)
|
Sangat lebar
|
padat
|
> 3000
|
Lebar
|
Massif
|
1000 – 3000
|
Cukup dekat
|
Blooky/terpecah
|
300 – 1000
|
Dekat
|
Terpecah
|
50 – 300
|
Sangat rapat
|
Hancur dan tersebar
|
< 50
|
4. Kondisi Bidang DiskontnuitasKondisi bidang diskontinuitas dipengaruhi oleh kekasaran (roughness), regangan (separation), pelapukan batuan samping dan material pengisi.
Kekasaran (Roughness)
Kekasaran merupakan komponen penting dalam kuat geser terutama untuk kekar yang mengalami pergeseran atau yang terisi oleh material lain. Kekasaran yang saling mengunci dan menempel akan mempertinggi kuat geser. Di lapangan penentuan kekasaran dapat dilakukan dengan meraba permukaan kekar.
Panduan untuk menentukan profil kekasaran dan diskripsinya diberikan oleh ISRM (1981). Panduan ini untuk panjang profil dalam 1 – 10 m dengan skala vertikal dan horizontal sama.
Dengan istilah diskripsi sebagai berikut.
- Sangat kasar (very rough surfaces) ; terdapat banyak gelombang yang sangat berdekatan pada permukaan kekar.
- Kasar (rough surfaces) ; terdapat beberapa gelombang, kekasaran jelas terlihat dan permukaan kekar terasa sangat abrasif.
- Sedikit kasar (slightly rough surface) ; permukaan kekar dapat dibedakan dan dirasakan antara yang relatif kasar dengan yang relatif halus.
- Halus (smooth surfaces) ; permukaan kekar terasa halus ketika disentuh.
- Polesan (slickensided surfaces) ; terlihat seperti dipoles (digosok).
Profil kekasaran dan diskripsinya (ISRM, 1981) |
Separasi adalah jarak tegak lurus yang memisahkan batuan dinding dari kekar yang terbuka. Kekar yang terisi oleh material lain (misalnya clay) dapat digolongkan sebagai separasi, jika material pengisinya telah tercuci (hilang) secara lokal. Seperasi dapat dikatakan kecil, jika kekasaran didnding kekar cenderung menjadi terkunci dan material pengisi kekar memberikan dukungan terhadap kuat geser.
Ilustrasi pengertian separasi |
Pelapukan Batuan Samping
Seringkali massa batuan di sisi bidang diskontinuitas mengalami pelapukan dan kadang teralterasi oleh proses hidrotermal. Derajat pelapukan batuan samping dapat ditentukan sebagai berikut :
- Tidak lapuk (unweathered / fresh) ; tidak ada tanda-tanda pelapukan, batuannya segar dan kristalnya tampak jelas, walaupun terdapat beberapa pada kekar ada sedikit pelapukan.
- Sedikit terlapukkan (slightly weathered) ; pelapukan terdapat pada kekar-kekar terbuka, tetapi pada batuan utuh pelapukan terjadi hanya sedikit saja, dan perubahan warna pada kekar dapat mencapai jarak 10 mm.
- Terlapukkan sedang (moderately weathered) ; perubahan warna mencapai bagian yang lebih luas, batuan tidak mudah lepas (kecuali pada batuan sedimen dengan penyemenan yang jelek).
- Sangat terlapukkan (highly weathered) ; pelapukan mencapai semua bagian massa batuan dan mudah pecah, tidak mengkilap, semua material lain kecuali kwarsa sudah berubah warna, batuan mudah pecah (digali hanya dengan palu geologi).
- Terlapukkan sempurna (completely weathered) ; massa batuan secara keseluruhan sudah berubah warna dan mengalami dekomposisi serta dalam keadaan rapuh, hanya terlihat bekas struktur saja, kenampakan luar sudah seperti tanah (soil).
Material pengisi kekar antara lain kalsit, klorit, clay, lanau, kwarsa dan lain sebagainya. Jika kekar terisi oleh material pengisi maka harus ditentukan tebal, jenis dan kemenerusannya. Material pengisi kekar sangat mempengaruhi kekuatan massa batuan, karena mampu sebagai perekat dan sebagai pemisah antar bidang kekar.
5). Kondisi Airtanah
Dalam pembuatan terowongan, sebaiknya diukur kecepatan aliran airtanah dalam liter/menit per panjang 10 m penggalian. Tetapi di lapangan dipakai cara yang relatif mudah yaitu dengan melihat dan meraba permukaan batuan lalu kondisi airtanahnya dinyatakan dengan kondisi ; kering (dry), lembab (dam), basah (wet), menetes (dripping) dan mengalir (flowing).
6). Orientasi Bidang Diskontinuitas
Orientasi bidang diskontinuitas digambarkan oleh jurus dan kemiringan. Jurus dicatat dengan mengacu pada kutub utara megnet bumi, sedangkan kemiringan adalah sudut yang dibentuk antara bidang horizobtal dengan bidang kekar searah dengan bidang kemiringan.
Orientasi bidang diskontinuitas dalam terowongan dapat dikategorikan dengan istilah menguntungkan dan tidak menguntungkan. Bidang kekar yang menguntungkan dalam terowongan, jika jurus kekar relatif tegak lurus terhadap arah sumbu aksis terowongan, sedangkan jika jurus kekar relatif sejajar terhadap arah sumbu aksis terowongan maka kondisi ini dikatakan tidak menguntungkan
Table 2. Rock Mass Rating System (After Bieniawski 1989)
A. Parameter klasifikasi dan
pembobotan
|
|||||||||||||
Parameter
|
Selang
Nilai
|
||||||||||||
1
|
Kekuatan intack Rock
|
PLI (MPa)
|
> 10
|
4 - 10
|
2 – 4
|
1 - 2
|
Untuk nilai yang
kecil di pakai hasil UCS
|
||||||
UCS (MPa)
|
> 250
|
100 – 200
|
50 – 100
|
25 – 50
|
5-25
|
1-5
|
<1
|
||||||
Pembobotan
|
15
|
12
|
7
|
4
|
2
|
1
|
0
|
||||||
2
|
RQD (%)
|
90 – 100
|
75 – 90
|
50 – 75
|
25 - 50
|
25
|
|||||||
Pembobotan
|
20
|
17
|
13
|
8
|
3
|
||||||||
3
|
Jarak Diskontinuitas
|
> 2 m
|
0,6 – 2 m
|
200 - 600 mm
|
60 – 200 mm
|
< 60 mm
|
|||||||
Pembobotan
|
20
|
15
|
10
|
8
|
5
|
||||||||
4
|
Kondisi
Diskontinuitas
|
Permukaan sangat kasar, tidak
menerus, tidak renggang, tidak lapuk
|
Agak kasar, separasi < 1 mm, agak lapuk
|
Agak kasar, separasi < 1 mm, sangat lapuk
|
Slikensided/gouge < 5 mm, atau separasi 1 – 5 mm, menerus
|
Gouge lunak > 5 mm, atau
separasi > 5 mm, menerus
|
|||||||
Pembobotan
|
30
|
25
|
20
|
10
|
0
|
||||||||
5
|
Airtanah
|
Aliran /
10 m panjang tunnel (L/min)
|
Tidak ada
|
< 10
|
10 – 25
|
25 – 125
|
> 125
|
||||||
Tekanan pori dibagi tegangan
utama
|
0
|
< 0,1
|
0,1 – 0,2
|
0,2 – 0,5
|
> 0,5
|
||||||||
Keadaan Umum
|
Kering
|
Lembab
|
Basah
|
Menetes
|
Mengalir
|
||||||||
Pembobotan
|
15
|
10
|
7
|
4
|
0
|
||||||||
Pengaruh Jurus/Kemiringan diskontinitas di
dalam penerewongan
|
|||||||||||||
6
|
Arah jurus tegak lurus sumbu
terowongan
|
Arah jurus
sejajar sumbu
terowongan
|
Mengabaikan
Jurus
|
||||||||||
Maju Searah Kemeringan
|
Maju Melawan Kemiringan
|
||||||||||||
Dip 45o –
90o
|
Dip 20o
– 45o
|
Dip 45o – 90o
|
Dip 20o – 45o
|
Dip 45o – 90o
|
Dip 20o – 45o
|
Dip 0o – 20o
|
|||||||
Sangat Mengun-tungkan
|
Mengun tungkan
|
Sedang
|
Tidak Mengun- tungkan
|
Sangat
tidak Menguntung-kan
|
Sedang
|
Sedang
|
|||||||
B. Penyesuaian pembobotan
orientasi bidang diskontinuitas
|
|||||||||||||
Jurus dan Kemiringan
Orientasi Diskontinuitas
|
Sangat
Mengun-tungkan
|
Mengun-
tungkan
|
Sedang
|
Tidak
Mengun tungkan
|
Sangat tidak
Menguntungkan
|
||||||||
Pembobotan
|
Terowongan
|
0
|
-2
|
-5
|
-10
|
-12
|
|||||||
Pondasi
|
0
|
-2
|
-7
|
-15
|
-25
|
||||||||
Lereng
|
0
|
-5
|
-25
|
-50
|
-60
|
||||||||
C. Kelas massa batuan dari
pembobotan total
|
|||||||||||||
Pembobotan
|
100 – 81
|
80 – 61
|
60 – 41
|
40 - 21
|
< 20
|
||||||||
No. Kelas
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
||||||||
Diskripsi
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Sedang
|
Jelek
|
Sangat Jelek
|
||||||||
D. Arti kelas massa batuan
|
|||||||||||||
No. Kelas
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
||||||||
Stand-up time
Rata-rata
|
20 Tahun untuk span 15 m
|
6 Bulan untuk span 8 m
|
1 Minggu untuk span
5 m
|
10 jam untuk span 2,5 m
|
30 Menit untuk span 1 m
|
||||||||
Kohesi Massa Batuan (Kpa)
|
> 400
|
300 – 400
|
200 – 300
|
100 – 200
|
< 100
|
||||||||
Sudut Geser Dalam Massa
Batuan (derajat)
|
> 45
|
35 – 45
|
25 – 35
|
15 – 25
|
< 15
|
Bieniawski (1976) memberikan hubungan antara waktu stabil tanpa penyangga (stand-up time) dengan span untuk berbagai kelas massa batuan menurut klasifikasi geomekanikan seperti yang diperlihatkan oleh gambar dibawah ini. Hubungan ini sangat penting sekali diketahui pada saat penggalian terowongan.
Hubungan antara stand-up time dengan span untuk berbagai kelas massa batuan |
KELAS
MASSA
BATUAN
|
PENGGALIAN
|
PENYANGGAAN
|
||
ROCK BOLT (20 mm Dia, Fully Grouted)
|
SHOTCRETE
|
STEEL SETS
|
||
Batuan
Sangat Baik (Kelas I)
RMR 81 - 100
|
Full Face, dengan
Kemajuan 3 m
|
Umumnya tanpa penyanggaan,
adakalanya pengukuran dilakukan untuk memakai “spot bolting”
|
||
Batuan
Baik
(Kelas
II)
RMR 61
- 80
|
Full
Face, dengan kemajuan 1 – 1,5 m penyangga komplet 20 m dari face
|
Lokalisasi,
bolts pada atap sepanjang 3 m adakalanya dengan wire mesh
|
50 mm di atap
|
Tidak ada
|
Batuan
Sedang
(Kelas
III)
RMR 41
– 60
|
Top heading dan bench,
dengan kemajuan 1,5 – 3 m.
Penyanggan
dimulai setelah peledakan dan 10 m dari face.
|
Bolt
Sistematis panjang 4 m dengan spasi
1,5 –
2 m di atap dan di dinding. Pada atap
dibuat dengan wire mesh.
|
50 –
100 mm di atap dan 30 mm di dinding (sides).
|
Tidak ada
|
Bantuan
jelek
(Kelas
IV)
RMR 21
– 40
|
Top heading dan bench,
dengan kemajuan 1 – 1,5 di top heading. Lakukan
penyanggaan setiap 10 m penggalian dari face.
|
Bolt
sistematis panjang 4 – 5 m dengan spasi
1 –
1,5 m di atap dan di dinding dengan wire mesh.
|
100 –
150 mm di atap dan 100 mm di dinding (sides)
|
Ribs
ringan – sedang dengan spasi 1,5 m
|
Batuan
Sangat Jelek
(Kelas
V)
RMR < 20
|
Multiple drifts dengan
kemajuan 0,5 – 1,5 m di top heading. Buat penyangga setiap
penggalian.
Shotcrete
d segera dipasang setelah peledakan.
|
Bolt
sistematis panjang 5 – 6 m dengan spasi
1 –
1,5 m di atap dan di dinding dengan wire mesh. Buat Bolt di lantai (invert)
|
150 – 200 mm di atap, 150
mm di dinding (sides), dan 50 mm pada face
|
Rib
sedang – berat dengan spasi 0,75 m dengan steel lagging dan forepoling.
|
Labels:
Mekanika Batuan
Thanks for reading Klasifikasi Sistem RMR . Please share...!
0 Comment for "Klasifikasi Sistem RMR "