Teknik Penyanggaan Terowongan

1. Deformasi Terowongan Tanpa Penyangga
Untuk memahami bagaimana tekanan penyangga bekerja akan dijelaskan respon massa batuan di sekitar penggalian terowongan (lihat Gambar A).
Pekerjaan Pembuatan Penyangga Terowongan Air di PLTA Asahan No.1

Misalkan titik pengukuran ditempatkan di ujung terowongan yang sedang digali dan penyangga belum dipasang. Perpindahan yang dapat diukur  dimulai pada jarak 0,5D di depan face (D = diameter terowongan). Selanjutnya, di face perpindahan radial mencapai 0,33 harga perpindahan maksimum (0,33 Umax). Perpindahan radial mencapai harga final kira-kira pada jaraj 1,5 D di belakang face, dimana fungsi face sebagai penyangga sudah tidak efektif lagi (lihat gambar A).

Bila massa batuan cukup kuat menahan runtuhan, maka yang terjadi adalah perpindahan elastis. Terjadinya perpindahan elastis yang menyusul perpindahan plastis tidak berarti serta merta terowongan akan runtuh. Massa batuan masih mempunyai kekuatan yang cukup, karena tebal zona plastis relatif kecil dibandingkan dengan radius terowongan. Yang akan terjadi hanyalah retakan-retakan baru dan sejumlah kecil batuan di dinding yang lepas dan jatuh (spalling).

Runtuhan yang sebenarnya akan terjadi jika zona plastis yang tebal dan terjadi perpindahan ke arah dinding, massa batuan yang terlepas dan berjatuhan akan semakin bertambah dan terowongan tanpa penyangga akan runtuh.

Gambar A. Pengaturan Jarak Pada Sistem Penyangga Terowongan




2. Kurva Beban Deformasi
Tujuan utama merancang penyangga pada lubang bukaan di bawah tanah adalah untuk membantu massa batuan menyangga dirinya sendiri. Gambar B adalah contoh suatu terowongan yang digali dengan seluruh permukaan kerja (full face) dengan pemboran dan peledakan, menggunakan penyangga besi baja (stell set support) yang dipasang sesudah pembersihan dan pengeluaran asap (mucking) dari terowongan. Tegangan in-situ horizontal dan vertikal dianggap sama = Po.
Gambar B. Kurva beban deformasi massa batuan dan sistem penyangga (Menurut Daeman)

Pada gambar B bagian bawah, kurva reaksi penyangga untuk steel set berpotongan dengan kurva beban deformasi untuk dinding dan atap terowongan pada titik E dan F. Pada titik-titik ini, tekanan penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi pada dinding dan atap adalah tepat seimbang dengan tekanan penyangga yang tersedia dari steel set dan terowongan dan sistem penyangga adalah dalam keseimbangan stabil.

3. Penentuan Tinggi Dan Muatan Beban.
Suatu alternatif pada pendekatan teoritik untuk penyanggaan batuan adalah memanfaatkan pengalaman sebelumnya, sebagai suatu dasar untuk memperkirakan penyanggaan yang diperlukan untuk penggalian bawah tanah. Pendekatan ini terus berkembang tanpa arah yang jelas sebelum munculnya penggunaan klasifikasi batuan.

Pada bagian ini diberikan prinsip-prinsip dari klasifikasi massa batuan. Sebagian dari klasifikasi ini adalah suatu pekerjaan deskripsi murni dan klasifikasi ini patut dihargai dengan mendefenisikan beberapa parameter yang tampak mampu mendefenisikan secara benar massa batuan. Kemudian akan digunakan untuk pemilihan jenis penyangga yang akan digunakan untuk lubang bukaan atau terowongan.
Gambar C. Daerah yang tidak stabil menurut Terzaghi

Untuk pemilihan jenis penyanggaan yang akan digunakan, ada hal yang sangat mendasar dan perlu untuk diperhitungkan ialah perhitungan tinggi beban yang akan disangga. K. Terzaghi (1946) menyatakan bahwa sejumlah batuan atau tanah tinggi beban (Hp) menyerupai suatu topi di atas terowongan (lihat Gambar C).

Dari gambar C kemudian dibuat pengklasifikasian muatan batuan terhadap kondisi batuan dan tinggi muatan batuan (lihat Tabel A dan Tabel B). Kemudian untuk rekomendasi kebutuhan penyanggaan seperti penyangga baja, baut batuan dan beton diberikan oleh Deere dkk (lihat Tabel C). Perubahan konsep rekomendasi penyanggaan yang berdasarkan kualitas massa batuan dan RQD ini terus berkembang hingga muncul klasifikasi massa batuan oleh para ahli seperti RMR.

Tinggi beban (ht) dan tekanan batuan terhadap penyangga (P) ditentukan berdasarkan rumus yang diusulkan oleh Unal (1983) dengan memakai nilai RMR dari klasifikasi Geomekanika sebagai berikut


Keterangan :
Ht           = tinggi beban batuan (m)
RMR   = Rock Mass Rating (bobot nilai batuan)
B         = lebar lubang bukaan atau lebar terowongan
Dari persamaan diatas terlihat bahwa tinggi beban (ht) merupakan fungsi dari lebar bukaan dan bobot nilai batuan. Tekanan batuan yang diterima penyangga tergantung pada tinggi beban dan bobot isi batuannya.
Tabel A. Klasifikasi muatan batuan (Terzaghi, 1946)

KONDISI BATUAN
TINGGI MUATAN BATUAN, hp (m)
CATATAN
1.
Keras dan kompak
0
Lapisan ringan saja, walaupun ada hanya terjadi spalling ringan.
2.
Perlapisan keras atau skistosa
0 – 0,50 B
Lapisan ringan terutama untuk perlindungan dari jatuhan blok.
3.
Masif, diskontinuitas yang sedang jumlahnya.
0 – 0,25 B
Perubahan tak menentu dari beban.
4.
Terbagi-bagi dalam blok dalam jumlah yang sedang dengan rekahan yang cukup banyak
0,25 B – 0,35 (B + Ht)
Tidak ada tekanan lateral
5.
Sangat terbagi dalam blok-blok dengan rekahan yang banyak dan berkembang
0,35 B – 1,10 (B + Ht)
Sedikit atau tidak ada tekanan lateral
6.
Terpecah keseluruhan tetapi masih bersatu secara kimia
1,10 (B + Ht)
Tekanan lateral yang amat besar. Akibat dari hilangnya kekuatan yang disebabkan oleh infiltrasi.
7.
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada kondisi kedalaman yang sedang
(1,10 – 2,10) (B + Ht)
Tekanan lateral yang besar, penyangga besi baja sirkuler (rib) direkomendasikan.
8.
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada kondisi kedalaman yang besar
(2,10 – 4,50 ) (B + Ht)

9.
Batuan yang mengembang
(swelling rock)
Sampai 90 m tidak tergantung dari (B + Ht)
Penyangga besi baja sirkuler (rib) diperlukan. Dalam keadaan ektrim gunakan perhitungan tekanan keruntuhan penyanggaan (yielding support)



Tabel B. Klasifikasi tinggi muatan batuan (Hp) pada kedalaman lebih dari 1,5 (B + Ht)  

KONDIS BATUAN
RQD
TINGGI MUATAN BATUAN, hp (ft)
CATATAN
1.
Keras dan kompak
95 - 100
0
Lapisan ringan saja, walaupun ada hanya terjadi spalling ringan.
2.
Perlapisan keras atau skistosa
90 – 99
0 – 0,50 B
Lapisan ringan terutama untuk perlindungan dari jatuhan blok.
3.
Masif, diskontinuitas yang sedang jumlahnya.
85 – 95
0 – 0,25 B
Perubahan tak menentu dari beban.
4.
Terbagi-bagi dalam blok dalam jumlah yang sedang dengan rekahan yang cukup banyak
75 – 85
0,25 B – 0,20 (B + Ht)
Kondisi 4,5 dan 6 di kurangi 50 % dari nilai Terzaghi, karena muka air mempunyai akibat kecil terhadap Hp (Brekke, 1968 dan Terzaghi, 1946)
5.
Sangat terbagi dalam blok-blok dengan rekahan yang banyak dan berkembang
30 – 75
(0,20  – 0,60) (B + Ht)
6.
Terpecah keseluruhan tetapi masih bersatu secara kimia
3 - 30
(0,60 - 1,10) (B + Ht)
6.a
Pasir dan kerikil
0 – 3
(1,10 - 2,40) (B + Ht)
7.
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada kondisi kedalaman yang sedang
Tidak dapat diaplikasikan
(1,10 – 2,10) (B + Ht)
Tekanan lateral yang besar, penyangga besi baja sirkular set  direkomendasikan.
8.
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada kondisi kedalaman yang besar
Tidak dapat diaplikasikan
(2,10 – 4,50 ) (B + Ht)

9.
Batuan yang mengembang
(swelling rock)
Tidak dapat diaplikasikan
Lebih besar dari 250 tidak tergantung dari
(B + Ht)
Penyangga besi baja sirkular set  diperlukan. Dalam keadaan ektrim gunakan perhitungan tekanan keruntuhan penyanggaan (yielding support)
 
Tabel C. Rekomendasi penyanggaan terowongan pada batuan oleh Deere dkk (1967) 

Kualitas
Batuan
Metoda
penerowongan
Tinggi Muatan Batuan, hp (ft)
Sistem penyangga
Baja c
Baut Batuan d
Beton
Sangat baik a
RQD > 90

Tunnel bor machine
(TBM)

0.0 – 0.2Bc

Tidak dibutuhkan, kalaupun dibutuhkan hanya set  ringan
Tidak dibutuhkan
Tidak dibutuhkan, hanya pada aplikasi lokal
Pemboran dan
Peledakan
0.0 – 0.3 B
Tidak dibutuhkan, kalaupun dibutuhkan hanya set  ringan
Tidak dibutuhkan
Tidak dibutuhkan, hanya pada aplikasi lokal 2 – 3 in.
Baik a
RQD = 75 - 90

Tunnel bor machine
(TBM)
0.0 – 0.4 B
Kadang kala dibutuhkan set ringan dengan pola 5 – 6 ft
Kadang kala dibutuhkan dengan pola   5 – 6 ft
Tidak dibutuhkan, hanya pada aplikasi lokal 2 – 3 in.
Pemboran dan
Peledakan
(0.3 – 0.6) B
dibutuhkan set ringan dengan pola 5 – 6 ft
dibutuhkan dengan pola  5 – 6 ft
4 in atau lebih pada atap dan dinding
Sedang
RQD = 50 – 75
Tunnel bor machine (TBM)
(0.4 – 1.0) B
Set ringan – sedang
5 – 6 ft
dibutuhkan dengan pola  4 – 6 ft
2 – 4 in pada atap
Pemboran dan
Peledakan
(0.6 – 1.3) B
Set ringan – sedang
4 – 5 ft
dibutuhkan dengan pola  3 – 5 ft
4 in atau lebih pada atap dan dinding
Buruk b
RQD = 25 - 50
Tunnel bor machine
(TBM)
(1.0 – 1.6) B
Sirkular Set sedang
3 – 4 ft
dibutuhkan dengan pola  3 – 5 ft
4 – 6 in pada atap dan dinding dan dikombinasikan dgn baut batuan.
Pemboran dan
Peledakan
(1.3 – 2.0) B

Set sedang – kuat
2 – 4  ft.
dibutuhkan dengan pola  2 – 4 ft
6 in atau lebih pada atap dan dinding dan dikombinasikan dgn baut batuan.
Sangat buruk
RQD < 25
(Diluar pengaruh kondisi pemanpatan dan pengembangan batuan)
Tunnel bor machine
(TBM)
(1.6 – 2.2) B


Sirkular set sedang – kuat 2 ft
dibutuhkan dengan pola  2 – 4 ft
6 in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set kuat.
Pemboran dan
Peledakan
(2.0 – 2.8) B
Sirkular  set kuat 2 ft
dibutuhkan dengan pola   3 ft
6 in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set sedang.
Sangat buruk
(dengan kondisi pemampatan dan pengembangan batuan)
Tunnel bor machine
(TBM)
Diatas 250 ft
Sirkular set sangat kuat
2 ft
dibutuhkan dengan pola  2 – 3 ft
6 in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set kuat.
Pemboran dan
Peledakan
Diatas 250 ft
Sirkular set sangat kuat
2 ft
dibutuhkan dengan pola  2 – 3 ft
6 in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set kuat.
a kualitas batuan baik – sangat baik, kebutuhan penyangga secara umum tidak ada, kecuali tergantung dari, set kekar, diameter terowongan dan orientasi bidang lemah terhadap arah umum terowongan.
b lagging tidak dibutuhan pada batuan kualitas sangat kuat, 25% £ batuan kualitas baik – sangat buruk ³ 100%
c B = lebar terowongan
d mesh tidak dibutuhkan pada batuan kualitas sangat baik, kadang kala dibutuhkan pada batuan kualitas baik – sangat buruk hingga 100%
 
Labels: Mekanika Batuan, Teknik Terowongan

Thanks for reading Teknik Penyanggaan Terowongan. Please share...!

0 Comment for "Teknik Penyanggaan Terowongan"

Back To Top